Bismillah,
Alhamdulillah, Allah mengizinkan gue menapaki tanah Bali untuk kedua kalinya di tahun ini. Dan alhamdulillah-nya lagi, gue ke Bali untuk tujuan yang baik: Conference atau Seminar Internasional dalam rangka publikasi riset gue.
Di tulisan gue kali ini, gue ga akan ngebahas tentang riset atau konferens gue yg itu, tapi gue mau cerita tentang gimana pada akhirnya gue menemukan "kesadaran" di tengah-tengah gue sedang menikmati keindahan pantai Tegal Wangi.
Ohiya, pasti pada jarang denger nama pantai Tegal Wangi ini di Bali, karena kebanyakan pasti lebih populer dengan pantai Kuta, Legian, Seminyak gitu2 lah. Alhamdulillah pantai-pantai itu sudah pernah gue kunjungi lebih dari sekali. Ya karena pantai di daerah Kuta itu dekat dengan penginapan dan lokasi Konferensi, jadi gampang saja kalau mau kesitu.
Oke, karena gue sangat menggemari wisata Pantai, jadi kali ini gue memilih untuk ke Pantai lebih sepi dan jauh dari keramaian. Setelah googling, akhirnya coba ke Pantai Tegal Wangi di daerah Jimbaran. Jalan menuju kesana ternyata cukup panjang dan melalui jalan2 sempit. Tapi alhamdulillah, asli, pantainya sebagus itu. Meskipun harus turun dulu dari tebing yang cukup dangerous kalau mau benar2 menikmati pasir pantai yang putih itu, tapi worth it banget pemandangannya. MasyaAllah. Ini adalah pantai terindah yang pernah gue kunjungi sejauh ini. Dan bener aja, gue sepanjang waktu disitu berdzikir dan gue sempetin untuk merenung sambil penggosongan diri.
Sebelum tiba di Pantai Tegal Wangi, gue terlibat percakapan yang cukup berbobot dengan teman ber-safar gue ini. Bukan yang berbobot gimana sih, tapi lebih ke introspeksi sikap kita sebagai makhluk sosial yang sering berkomunikasi dengan orang lain. Kali ini kita membahas tentang rasa "kepo" kita terhadap orang lain.
Rasa penasaran dan kepo pada orang lain emang se-nggak bisa dihindarkan itu dari kehidupan kita. Terlebih tentang kabar dan kondisi teman-teman kita sendiri. Tapi, ternyata hal tersebut tidak selamanya baik. Gue menemukan fakta itu ketika gue diceritain teman-teman gue tentang gimana ada orang kepo banget dengan kehidupan kita yang sebenernya kita ga mau kehidupan pribadi kita ldishare ke orang lain. Pun dengan pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya basa basi yang sebenernya bagi sebagian besar orang itu adalah gerbang menuju pembicaraan kabar atau kondisi pribadi lawan bicara kita lebih jauh.
Kita kadang ga sadar, kalau pertanyaan basa basi seperti "kapan nikah" atau "kerja dimana" atau "anaknya udah berapa" ternyata bagi sebagian orang cukup membuat "males". Gue pribadi juga agak kaget setelah mendengar fakta ini, karena gue termasuk orang yang masih suka kepo dan menanyakan hal basa basi seperti itu. Tapi setelah gue banyak merenung di Pantai Tegal Wangi itu, akhirnya gue sadar, kalau emang setiap orang punya kehidupan yang berbeda-beda. Sebelumnya juga gue sering denger kalo ada orang yang bener-bener ga mau dateng reuni atau ketemu teman-temannya karena merasa minder dengan teman-temannya yang sudah sukses ataupun males dengan pertanyaan basa basi sejenisnya yang justru bikin dia malu atau makin tertekan.
Jadi, gue mengambil beberapa hal dari hasil perenungan gue ini.
1. Sebenernya ga ada yang salah dengan menanyakan kabar pada seseorang apalagi teman kita. Tapi, lihat dulu, teman kita ini jenisnya uda yang deket banget atau biasa aja. Trus liat juga, orangnya easy going atau agak sensitif dengan hal-hal pribadinya. Akan ketahuan kok kalau kita mencoba lebih peka dengan orang-orang sekitar kita.
2. Kalo mau sekedar basa basi, coba cari topik yang lebih baik dan lebih proper selain "kapan nikah". Banyak kok topik basa-basi di dunia ini, cuma pinter-pinter kalian aja buat gimana caranya topik tersebut nyaman untuk disampaikan dan nyaman pula direspon oleh lawan bicara.
3. Kalau dianggep gak care dengan temen kita gimana? Hm, tadi seperti poin 1, identifikasi dulu teman kita ini gimana posisi dan sifatnya. Cuma gue pribadi kalo basa basi lebih nanya ke "tinggal dimana sekarang". Dengan gitu biasanya orang tsb langsung cerita tentang rencana, kesibukan, dll. Kalo ga cerita? Hm menurut gue coba tahan untuk gausah nanya ke hal-hal yang lebib spesifik. Karena mmungkin ketika dia ga cerita, bisa jadi dia sedang berusaha menyimpannya agar tidak terlalu terekspos.
Itu sih yang bisa gue tangkep dari renungan-renungan gue selama di pantai. Gue tahu itu gak scientific, tapi itu bagian dari introspeksi diri gue sih. Gue yang selama ini terlalu kepo dengan urusan orang lain dan masih suka nanya hal basa basi seperti. Gue sadar, kalau terlalu ingin tahu dengan kehidupan orang lain itu juga ga baik. Karena di situlah bibit-bibit ghibah, gosip, julid dll bermula.
Gue akhirnya ngerti juga, kalau nanya "kapan lulus" atau "kapan nikah" bukanlah hal yang bijak, meskipun cuma becanda. Gue sendiri yang ngerasain kalo ditanyain kayak gitu terus juga males gitu. Bayngin, kalian nanya "kapan nikah" ke senior kalian yang sudah udah mateng tapi belum ketemu jodohnya. Hal-hal seperti itu kadang kita masih abai, gimana perasaan dia, apakah dia semakin merasa depressed dengan pertanyaan orang-orang di sekelilingnya atau engga. Karena ada orang yang cenderung cuek dengan omongan dan pertanyaan-pertanyaan orang lain, tapi ada juga yang sampe baper gitu sih.
Bahkan gue dapet cerita juga, ada seseorang yang nanyain ke temennya, "anaknya uda berapa" padahal ai temennya ini baru keguguran anak pertama minggu kemarin setelah beetahun-tahun mendambakan seorang anak. Coba kalian bayangkan kalo jadi orang yang ditanyain gitu perasaan kalian akan seperti apa.
Jadi, gue mengambil kesimpulan bahwa mulai sekarang memang kita harus biasakan lebih bijak dalam hal bertanya tentang urusan-urusan pribadi orang lain, pun juga ga terlalu kepo dengan urusan orang-orang lain yang sebenernya ga berpengaruh besar ke hidup kita. Tapi, bukan berarti kita cuek dan ga care sama orang. Bisa dengan sejuta cara kok menunjukkan kepedulian terhadap orang lain.
Akhir kata, terima kasih, Bali dan Pantai Tegal Wangi atas kesempatan yang diberikan pada gue untuk merenung sejenak dan mengembalikan kesadaran.
Alhamdulillah.
Komentar
Posting Komentar